Selamat Datang di Blog KONI Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan, Kita Raih Prestasi Kita Raih Kejayaan Membangun Bumi Bersujud

Thursday, December 15, 2011

Menciptakan Sejarah dan Kisruh PSSI

Berbeda dalam berbagai unsur kehidupan berbudaya, sosial, ekonomi, politik, bahasa, hingga sejarah yang membentuk negara, Polandia dan Ukraina hanya didekatkan oleh wilayah negara yang bertetangga. Namun, kedua negara berusaha keras untuk menepis segala perbedaan.

Berbagai permasalahan krusial terutama menyangkut penyediaan stadion dan infrastruktur. juga diselesaikan Polandia dan Ukraina demi satu tujuan, kesuksesan sebagai tuan rumah bersama Euro 2012. Творимо історію разом dalam bahasa Ukraina atau Razem tworzymy przyszłość dalam bahasa Polandia alias Creating History Together terasa tepat untuk menggambarkan ambisi bersama dalam menciptakan sejarah.
Melalui sepak bola, Polandia dan Ukraina bergandeng tangan demi mendongkrak kehidupan karena kesuksesan Euro 2012 dampaknya akan sangat besar terutama pada pertumbuhan ekonomi. Adu kekuatan di dunia sepak bola hanya ada di lapangan. Di luar itu esensi sepak bola telah berkembang menjadi media untuk mengatrol kualitas manusia dan pertumbuhan ekonomi. Dua organisasi sepak bola paling mapan, FIFA dan UEFA berusaha untuk selalu mewujudkan hal itu melalui program-program dan kebijakan yang mereka buat.
Yang mudah dianalisa adalah hasil dari Piala Dunia dan Piala Eropa. Di lapangan, FIFA dan UEFA membuat turnamen sekompetitif mungkin tanpa ada hasrat merugikan siapa pun. Di luar lapangan, mereka menerapkaan berbagai standar yang ujungnya demi mengatrol kehidupan. Tuan rumah Piala Dunia maupun Piala Eropa harus menyedikan, apakah itu membangun atau merenovasi, stadion sesuai standar yang dibutuhkan di era modern dan penuh teknologi seperti sekarang ini. Berbagai infrastruktur pendukung mau tidak mau turut dibangun dan dampak dari itu semua tentu sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi wilayah atau negara penyelenggara. Sudah pasti ekonomi mereka tumbuh, seiring dengan keuntungan yang diraih oleh FIFA maupun UEFA sendiri.
Sebagai gambaran, UEFA menghitung pendapatan yang akan diraih dari Euro 2012 adalah 1,3 miliar euro atau sekitar 15,7 triliun rupiah. Uang tersebut diperoleh dari penjualan hak siar (62%), hak komersial dari sponsorship, linsensi, dan merchandise (22%), tiket (9%), dan corporate hospitality (7%).
Sebanyak 498 juta euro akan diberikan kepada 53 asosiasi sepak bola anggota UEFA melalui program Hattrick yakni membiayai proyek-proyek pengembangan infrastruktur dan pendidikan. Setiap asosiasi akan mendapat 9,4 juta euro. Program ini serupa dengan Goal Project yang dikembangan FIFA.
Untuk hadiah Euro 2012, UEFA mengalokasikan 196 juta euro atau naik dari 184 juta pada Euro 2008. Tim juara berpotensi mendapat 23,5 juta jika selalu menang pada tiga pertandingan di putaran grup. Setiap tim akan mendapat bayaran minimal 8 juta euro, ditambah bonus 1 juta untuk setiap kemenangan dan 500.000 untuk hasil seri di putaran grup.
Tim yang berada di posisi ketiga di setiap grup juga akan mendapat bonus 1 juta, sedangkan 2 tim dari setiap grup yang lolos ke perempat final masing-masing mendapat 2 juta. Untuk semifinalis, UEFA akan memberikan 3 juta pound. Selanjutnya tim juara akan mendapat 7,5 juta dan runner-up memperoleh 4,5 juta.
Sementara itu, sisa pendapatan lainnya akan dipakai untuk membiayai berbagai kompetisi sepak bola remaja dan wanita hingga 2016, program pendidikan pelatih dan wasit, serta biaya adiministrasi UEFA.
UEFA meyakini pendapatan bisa terus ditingkatkan. Untuk itu, UEFA berencana menambah jumlah peserta putaran final dari 16 menjadi 24 tim mulai 2016. Tak ada yang dirugikan oleh keputusan tersebut, bahkan justru banyak yang diuntungkan. Sudah pasti pendapatan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah peserta.
Yang paling terlihat tentu peningkatan dari pemasukan dari tiket. Dengan 16 tim, pertandingan hanya 31, sedangkan dengan 24 tim bisa menjadi 47 pertandingan atau bertambah 8 pertandingan di putaran grup dan 8 pertandingan di babak perdelapan final. Selama ini, dengan 16 negara peserta, babak knockout langsung masuk perempat final.
Seiring bertambah pertandingan, tentu itu menambah lebih banyak kesempatan orang untuk datang ke putaran final. Contohnya 1,4 juta tiket yang akan dijual untuk Euro 2012 pun dipesan oleh 12 juta orang dari 206 negara. Artinya, pasarnya masih terbuka sangat luas jika bertambah sekitar 700.000 tiket untuk 16 pertandingan tambahan.
Dengan semakin banyak yang datang, peluang untuk menjual merchandise tentu menjadi lebih besar. Dengan semakin banyak yang datang, pendapatan bagi tuan rumah pun akan kian banyak baik melalui hotel, restoran, transportasi, periwisata, dll. Dengan semakin banyak pertandingan dan jumlah negara yang tampil, nilai hak siar, sponsorship, dan lisensi juga pasti meningkat sehingga pendapatan UEFA akan menggelembung.
Esensi yang terjadi benar-benar jauh berbeda dengan kondisi sepak bola di tanah air. Perbedaan bukan menjadi kekuatan seperti yang coba dihembuskan Polandia dan Ukraina, dua negara yang di tatanan dunia bukan negara besar dan maju. Di sepak bola nasional, perbedaan justru menjadi penggerus tatanan sepak bola itu sendiri. Bergulirnya dua liga, ISL dan IPL, menjadi gambaran betapa bobroknya landasan sepak bola kita dan yang paling bertanggung jawab pada kondisi ini tentunya PSSI.
Tak ada tanda-tanda situasi membaik meski rezim telah berganti. Berbagai keputusan kontroversial demi mengamankan kepentingan menjadi pangkal kisruh tiada ujung termasuk dalam memasukan enam klub secara cuma-cuma ke kasta tertinggi Liga Indonesia.
PSSI sedang menusuk jantung sendiri. Klub-klub besar yang sebagiannya adalah pendiri PSSI pun memilih berseberangan karena banyak yang merasa dirugikan dan berbagai keputusan PSSI dianggap tidak sesuai aturan.
Seperti tak ada beda dengan rezim sebelumnya, buta tak mau melihat kenyataan dan tuli tak mau mendengar masukan. Kalau kata seorang pemain nasional: “Rezim lama seperti mafia, tapi mengerti sepak bola, sedangkan rezim sekarang sama saja tapi tidak mengerti sepak bola.”
Situasi sepak bola nasional sepertinya akan terus panas karena banyak kepentingan yang melandasi, bahkan mungkin tensi tidak akan reda sampai 2014 atau hingga kepengurusan PSSI sekarang berakhir pada 2015. Atau malah kisruh tak akan pernah berakhir selama kubu yang berseteru sama-sama merasa mampu dan kuat secara ekonomi.
Untuk mengatasinya, dua orang atau dua kubu di balik kisruh sepak bola nasional harus menghilangkan ego persaingan politik maupun ekonomi, dan bertemu untuk mencari solusi dengan satu tujuan benar-benar demi sepak bola nasional. Kalau masih dipenuhi aroma pergesekan, jangan harap kisruh berakhir. Pemerintah menjadi satu-satunya yang bisa menjadi mediator, tapi harus benar-benar fair karena jika turut bermain di air keruh hasilnya juga akan kotor.

No comments: