Selamat Datang di Blog KONI Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan, Kita Raih Prestasi Kita Raih Kejayaan Membangun Bumi Bersujud

Tuesday, December 13, 2011

Pengkhianat!

"Mau mengalahkan Real Madrid di rumahnya? Barcelona cukup memakai tiga pemain bertahan! Pep Guardiola punya sejumlah pilihan strategi melawan Real Madrid, dan dia harus memilih yang cocok."
El clasico, yang mempertemu­kan Real Madrid dan Barcelona, memang ibarat gula paling manis yang dimiliki klub-klub sepak bola di muka bumi.
Saya membayangkan, seandai­nya duel itu dimainkan sekitar pukul 21-22.00 WIB, mungkin pencinta sepak bola di Tanah Air bisa merasakan bagaimana sepinya kehidupan di Spanyol ketika dua tim ini bertemu. Mereka yang tidak bisa datang ke stadion biasanya akan berkumpul di klub-klub malam sambil tidak membiarkan matanya lepas dari televisi.
Begitu pula bagi mereka yang memutuskan menikmati duel panas itu di tempat kediaman, saya yakin tak ada kegiatan menerima tamu saat dua raksasa sepak bola Spanyol itu adu kemampuan.
Oh ya, kenapa saya memulai tulisan ini dengan mengutip ucapan seseorang?
Traidor! Tudingan sebagai pengkhianat mungkin akan mengiringi kehidupan Vicente del Bosque sejak ia meladeni permintaan wawancara Eurosport menjelang duel Real Madrid dan Barcelona, Sabtu (10/12).
"Tak seorang pun boleh mengomen­tari opini saya," ujar Del Bosque, pelatih tim nasional yang membawa Spanyol menjuarai Piala Dunia 2010.
Bagaimana mungkin mantan gelandang bertahan Real Madrid yang juga mempersembahkan dua gelar Liga Champion dan La Liga sebagai pelatih El Real memberi saran kepada musuh utama mantan klubnya?
Apa arti lima gelar La Liga dan empat mahkota Copa del Rey yang didapat Del Bosque saat mengenakan jersey Real Madrid?
"Masalah saya dengan Real Madrid adalah persoalan pribadi," begitu Del Bosque membela sikapnya.
Hmm, bila kontrak Anda tidak diperpanjang hanya sehari setelah mempersembahkan gelar La Liga ke-29, serta seminggu setelah manajemen klub memas­tikan mengontrak David Beckham, di manakah posisi Anda di mata pengurus klub?
Bagaimana perasaan Anda bila muncul rumor yang mengatakan keberadaan Anda oleh manaje­men klub dinilai mengotori label Los Galacticos, bendera baru Real Madrid?
Tak ada bantahan soal kemam­puan Del Bosque sebagai pelatih walau gagal di Besiktas, Turki. Keber­hasil­an pria kelahiran 23 Desember 1950 ini meneruskan prestasi Luis Aragones yang mem­per­sem­­bahkan gelar juara Piala Eropa 2008, seolah tamparan bagi Florentino Perez, Presiden Real Madrid yang menolaknya memimpin Los Galacticos pada 2003.
Layakkah Vicente del Bosque dicap pengkhianat Real Madrid?
Bagi saya, sebagai profesional, apa yang diutarakan Del Bosque menjelang el clasico sah-sah saja. Tetapi sebagai mantan orang penting dalam sejarah kebesaran El Real, komentar Del Bosque punya makna ganda.
Pertama, benarkah ia mem­beri saran terbaik bagi Pep Guardiola? Jangan-jangan, dengan memakai tiga pemain di belakang, pertahan­an Barcelona yang lebih baik dibandingkan dengan Madrid musim ini, bakal mudah dijebol Cristiano Ronaldo dkk.
Atau, pengalaman dan pengetahuan Del Bosque sejak beralih profesi sebagai pelatih sepak bola pada 1987, benar-benar melihat lubang di pertahan­an Madrid bila menerima tekanan bertubi-tubi?
Pengkhianat. Panggung el clasico pun nyaris tak lepas dari peran para pengkhianat. Setidaknya itu julukan bagi mereka yang berpindah klub di antara dua rival bebuyutan ini. Sebutlah Luis Enrique dan Luis Figo sebagai wakil traidor.
Dunia sepak bola pun punya para pengkhianatnya sendiri-sendiri. Dari Nick Barmby, jagoan Everton yang membela Liverpool, hingga Roberto Baggio ketika meninggalkan Fiorentina menunju Juventus.
"Once a blue, now a red. In our hearts, you are dead". Kalimat ini dipajang dalam kain berukuran besar ketika Manchester United mengunjungi Everton dengan mem­bawa mantan pemain kesayangan tuan rumah, Wayne Rooney.
Layakkah penggemar Everton menem­patkan Rooney sejajar dengan Paolo Maldini, Javier Zanetti, atau Gary Neville, pesepak bola yang dipuji karena kesetiaannya kepada klub?
Bila Rooney dicap mata duitan karena menerima pinangan klub yang lebih memberinya peluang berprestasi, bagaimana dengan Sol Campbell? Apa julukan bagi Campbell ketika memutuskan bergabung dengan Arsenal, saingan terbesar dalam sejarah Tottenham Hotspur, dengan status free transfer?
Uang atau kejayaan? Sebagai pemain profesional, tentu Sol Campbell punya alasan yang kuat untuk membahayakan dirinya di Kota London setelah berpindah klub.
Lalu, bagaimana kita melihat orang-orang yang tidak setia dengan misi membangun kejayaan sepak bola Indonesia?
Pembaca, situasi persepak­bolaan di dalam negeri memang semakin tidak membuat nyaman. Siapakah yang tertawa ketika dua gajah bertarung? Namanya: kegagalan!
Saya selalu hormat pada mereka yang melihat kesuksesan adalah buah persiapan yang baik dan maksimal, yang suatu waktu akan bertemu dengan kesempatan.
Dua tim yang turun bertanding mengawali laga dengan jumlah pemain yang sama. Tak ada tim yang memiliki waktu 50 menit di babak I ketika lawan hanya punya 45 menit. Lalu, apa yang membuat sebuah tim menjadi pemenang? Salah satunya ber­nama persiapan, dan mereka jitu melihat kesempatan, bukan kehancuran! #

No comments: