Selamat Datang di Blog KONI Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan, Kita Raih Prestasi Kita Raih Kejayaan Membangun Bumi Bersujud

Wednesday, January 4, 2012

Refleksi dan Kebenaran PSSI

Di Indonesia, sejumlah keluarga memiliki tradisi saat terjadi pergantian tahun, yakni berkumpul di tengah malam. Doa dan ucapan syukur kepada Tuhan dilakukan tepat saat tahun berganti.
Beranjak dewasa, tradisi ini kerap ditambahkan dengan evaluasi hidup selama setahun dan harapan di masa yang akan datang. Salah satu pertanyaan yang kerap disampaikan ke diri sendiri adalah: “Apakah saya sudah cukup berguna bagi orang lain?”
Tentu pertanyaan itu berada dalam bingkai kehidupan yang positif. Apa gunanya kita menjalani hidup bila hanya dimanfaatkan orang lain demi tujuan sempit pihak yang bersangkutan, bukan?
Namun, pertanyaan ini kadang mengundang makian pada diri sendiri karena menjadi sebuah rutinitas tanpa aksi yang signifikan. Bayangkan bila seandainya setiap hari kita tanyakan pada diri sendiri: “Apakah hari ini saya sudah berguna bagi orang lain?”
Kita tidak perlu berambisi mengubah dunia dengan berusaha berguna bagi orang lain, entah itu di keluarga, pergaulan, hingga lingkungan kerja. Mengubah diri sendiri dengan menjadi lebih baik adalah langkah positif setiap awal tahun.
Saya yakin banyak di antara Anda yang sudah mendengar kisah seorang pria muda dan gagah perkasa yang berdoa kepada Tuhan agar ia dimampukan mengubah dunia.
Ketika usianya semakin tua dan tak kunjung memberikan perubahan nyata, bahkan dalam lingkungannya, orang tadi mengubah doanya. Ia meminta kepada Tuhan agar mampu mengubah perilaku keluarga dan rekan-rekannya sebelum ia sendiri tutup usia. Berhasilkah ia?
Menjelang ajal, manusia yang punya harapan tinggi itu sadar bahwa yang pertama harus ia minta kepada Tuhan adalah mengubah diri sendiri. Bertahun-tahun ia membuang waktu dengan keinginan mengubah orang lain tanpa melakukannya terlebih dahulu pada diri sendiri.
Kata orang Amerika, “You can't change the world until you change yourself !” Seorang teman saya memplesetkannya menjadi, “You can't change the game until you change yourself!”
***
Pergantian tahun tentu lebih baik dilalui dengan bercermin atas tindakan dan karya kita selama 12 bulan lalu.
Seorang filsuf dari Tiongkok, Kong Hu Cu, menyebut refleksi diri adalah salah satu jalan untuk belajar menjadi bijaksana, selain dengan cara meniru orang lain serta ditempa oleh pengalaman.
Filsuf lain, Lao Tzu, menyebut, mengetahui orang lain adalah kebijaksanaan, tetapi mengenal diri sendiri merupakan sebuah pencerahan.
Refleksi. Kira-kira, bentuk apakah yang muncul ketika orang-orang yang mengurusi negara Indonesia bercermin atas perbuatannya sepanjang tahun 2011? Seru juga bila kita boleh mengintip cermin para pengurus sepak bola kita.
Bayangkan apa jadinya bila pengurus PSSI sejak dulu hingga kini menggunakan karyanya mengurusi sepak bola kita sebagai refleksi nilai-nilai kehidupan pribadi.
Saya yakin, setiap kita akan tersinggung bila disebut memiliki values kehidupan yang rendah, namun dengan enteng kita memperlihatkannya dalam perilaku sehari-hari.
Pertanyaan yang penting kita cari jawabannya adalah, apakah integritas dan nilai-nilai kehidupan masih menjadi kebanggaan setiap manusia Indonesia? Bila hidup bukan untuk menemukan diri sendiri, benarkah Tuhan memberikannya agar kita bisa menciptakan nilai-nilai kehidupan yang layak untuk dibanggakan?
Oke, mari kita bercermin atas kegiatan olah raga sepanjang 2011. Menurut Anda, kejadian apa yang menjadi pembahasan utama sepanjang tahun? SEA Games XXVI di Jakarta dan Palembang atau pemogokan di NBA? Karena hidup adalah pilihan, silakan memilih topik utama versi Anda sendiri.
Bagaimana dengan sepak bola di 2011? Ada yang mencari tahu apakah kepindahan Cesc Fabregas dari Arsenal ke Barcelona merupakan transfer terbaik. Atau mengingat-ingat penyelamatan spektakuler selama tahun 2011, hingga gol terbaik.
ESPN sudah memilih gol Wayne Rooney ke gawang Manchester City pada Februari 2011. Tendangan bicycle kick Rooney setelah menerima umpan Nani memang semakin sulit kita saksikan dalam perkembangan permainan sepak bola saat ini.
Saya yakin peristiwa di federasi sepak bola kita yang memunculkan dua kompetisi teratas dan kisah tim U-23 pimpinan Rahmad Darmawan masuk ke dalam salah satu kotak refleksi kehidupan Anda salama 2011.
Beberapa waktu lalu, seorang kenalan bertanya, “Bung, manakah yang benar menurut Anda, Liga Primer Indonesia atau Liga Super Indonesia?”
Hmm, kebenaran di antara LPI versus LSI. Bila ada warung yang menjual “kebenaran”, rasanya saya akan membelinya tanpa mencoba menawar harga agar mengetahui sejauh mana pemahaman dan sikap saya berada di pihak yang tepat tanpa menyiramkan minyak ke kobaran api yang tengah menyala.
Keabsahan yang sesungguhnya kadang membutuhkan pengorbanan amat tinggi, termasuk keyakinan yang selama ini dipegang teguh. Tapi ada juga orang yang rela menukar kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupnya dengan kesahihan versi sendiri.
Mereka memiliki sejumlah harga untuk distempelkan dalam kebenaran dan mencoba meyakinkan pihak lain betapa murahnya harga kebenaran  itu. Orang-orang seperti ini berlindung di balik keyakinan yang sulit diperdebatkan.
Eh, jangan-jangan teman saya benar bahwa kebenaran di PSSI memang ada harganya. #

No comments: