Selamat Datang di Blog KONI Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan, Kita Raih Prestasi Kita Raih Kejayaan Membangun Bumi Bersujud

Saturday, December 31, 2011

Tuhan dan Sepak Bola Indonesia

Kembali ke daerah yang membesarkan Anda dan memperkenalkan kepada sepak bola tentulah menyenangkan. Kumpulan memori indah maupun menyedihkan muncul secara bergantian dalam ingatan, kalau tak mau disebut datang secara bergelombang.
Pulang kampung. Walau hanya untuk berlibur singkat, tetap saja mudik menjanjikan banyak cerita kenangan, terlebih ketika Anda bertemu teman-teman masa keci dan remaja. Sejumlah pertanyaan seputar keluarga dan kegiatan saat ini bergantian dengan memori masa dulu yang mampu menjadi jembatan perbedaan banyak hal saat reuni kecil.
Jujur, pertanyaan yang sangat saya hindari saat ini adalah seputar masalah di PSSI. Seorang teman, gelandang kreatif di tim saya dulu, bahkan memiliki singkatan versinya sendiri terhadap federasi sepak bola kita.
“Persepakbolaan Saling Salahkan Indonesia,” begitu katanya. Nada gemas tercermin saat ia mengucapkan singkatan PSSI versinya. Harapan yang katanya ia tumbuhkan ketika terjadi pergolakan di PSSI dan akhirnya menjatuhkan rezim Nurdin Halid, layu sebelum sempat tumbuh subur.
Aduh, saya tak ingin terseret ke dalam perbincangan yang tak kunjung menemui jawaban. Saat liburan bersama keluarga, masalah PSSI ibarat arus yang menyedot segala keberadaan saya. Pertanyaan soal kebenaran pun menjadi bias karena masing-masing kita dibekali akal dan pikiran untuk mencerna dan mengambil kesimpulan atas sebuah permasalahan.
Menyikapi perbincangan tentang PSSI dalam beberapa kesempatan dengan kenalan dan teman lama, dari Jambi, Balikpapan, hingga Pekanbaru, saya semakin disadarkan akan kekuatan media massa dalam membentuk opini publik.
Salah satu pengaruh media massa terhadap masyarakat adalah kemampuannya menyuguhkan teladan budaya yang bijak untuk mengubah perilaku banyak orang. Tetapi media massa yang mampu hadir di mana-mana punya kekuatan yang potensial untuk melakukan manipulasi demi tujuan tertentu.
Selama ini, akibat tayangan sinetron dan berita-berita di berbagai media massa, saya melihat ancaman terhadap menurunnya cita rasa estetis dan standar budaya di masyarakat. Lalu kini, masyarakat kita dihadapkan kepada kebimbangan terhadap kebenaran sepak bola Indonesia.
“Apa yang akan terjadi dengan PSSI tahun depan?” Alamak, pertanyaan yang bikin kepala semakin sakit saja akibat kehujanan ketika turun dari pesawat di Kota Minyak ini. Iya ya, apa yang akan terjadi dengan sepak bola kita ketika FIFA sudah memberikan reaksi terhadap dualisme kompetisi teratas di Tanah Air.
Seorang teman lama yang lain menyatakan ingin sekali menunggu sikap pemerintah setelah dahulu memberikan dukungan terhadap lahirnya kompetisi tandingan di luar PSSI demi menjungkalkan Nurdin Halid dan kroninya. Katanya, “Seru juga ya menyelesaikan masalah dengan memunculkan masalah baru!”
***
Melihat lapangan sepak bola diramaikan oleh anak-anak yang bermain dengan si kulit bundar, ingin rasanya kembali menginjak rumput hijau di sana. Lapangan itu pernah membuat saya begitu bergairah mengisi hari-hari ketika remaja. Ia membawa saya pada kenangan latihan sore hari sepulang sekolah atau memilih mengikuti pemusatan latihan saat keluarga menikmati liburan ke luar kota
Berlari, mengejar bola, membangun pertahanan dan mencoba membongkar benteng lawan dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah tujuan. Termasuk membawa SMA saya menjadi yang terbaik di Provinsi Riau.
Tapi, rintik-rintik hujan yang tidak mengganggu keceriaan anak-anak bermain bola kali ini tak bersahabat dengan saya. Niat hati ingin duduk lebih lama bersama penduduk yang menonton permainan di lapangan harus dibatalkan. Namun, seru juga mendengar teriakan-teriakan pendukung kedua kubu, yang saya duga di antara mereka adalah orang tua atau keluarga sejumlah pemain.
Menyimak perbincangan penonton, saya teringat kisah yang disampaikan Anthony de Mello, seorang tokoh spiritual dari India. Ceritanya tentang Tuhan yang untuk pertamakalinya menonton pertandingan sepak bola.
Izinkan saya menceritakannya dengan versi yang lebih sederhana. Ketika tim A mencetak gol ke gawang lawan, Tuhan berteriak kegirangan. Eh, saat tim B membalas dengan sebuah gol, Tuhan juga ikut bergembira sambil meleparkan topinya tinggi-tinggi.
Tentu saja hal ini membingungkan orang-orang di sekitarnya. “Sebenarnya tim manakah yang Tuhan dukung?” Jawaban Tuhan terasa menyejukkan suasana panas di kedua kelompok suporter, “Saya? Oh, saya tidak bersorak bagi salah satu tim. Saya hanya senang bisa menikmati permainan ini.”
Namun sebagian pihak menuding Tuhan tak punya sikap karena memilih netral dalam sebuah pertandingan. Mereka kecewa karena selama ini beranggapan Tuhan ada pada pihak mereka dan melawan kubu yang berseberangan sikap.
Tuhan bukan tak punya sikap, tetapi Ia paham bahwa kekuatan dalam permainan itu adalah sepak bola itu sendiri, bukan karena kehebatan mereka yang memainkannya, apalagi tokoh-tokoh yang mengoperasikan olah raga ini dan berlagak bisa membeli semua orang, termasuk Tuhan!
Hmm, pertanyaan di akhir tahun adalah, siapakah tuhan dalam sepak bola Indonesia? #

No comments: