Selamat Datang di Blog KONI Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan, Kita Raih Prestasi Kita Raih Kejayaan Membangun Bumi Bersujud

Wednesday, November 23, 2011

Surat untuk Meneer Wim

Kepada yang saya hormati Wilhelmus Gerardus Rijsbergen. Oh ya, izinkan saya memanggil Anda dengan Meneer Wim.
Walau kita tak pernah bertatap muka langsung, saya mulai mencoba mengenal Anda lewat karya, mimik muka, dan ucapan. Kebesaran nama Anda ketika bermain untuk Feyenoord, New York Cosmos, dan tim nasional Belanda di Piala Dunia 1974 dan 1978 seharusnya diikuti oleh rasa hormat dari kami yang masih sekadar bermimpi terlibat langsung di pesta sepak bola dunia itu.
Meneer, sebenarnya saya ingin sekali menanyakan pada Anda tentang perubahan atau perkembangan sepak bola Indonesia dibandingkan ketika Anda datang sebagai pemain bersama Franz Beckenbauer, Carlos Alberto, dan Johan Neeskens mengenakan kostum klub Amerika Serikat, New York Cosmos.
Dari cerita-cerita yang saya dengar, duet Anda dengan Carlos Alberto di jantung pertahanan menunjukkan bakat Anda membangun tembok di depan kiper.
Tidak, saya tidak akan bertanya kenapa tim nasional kami yang berlaga di Grup E babak III kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Asia kebobolan 16 gol dalam lima pertandingan. Rasanya Anda pun akan berkata, "Bukan tak mungkin jumlah itu bertambah ketika Indonesia bermain di Bahrain Februari tahun depan."
Saya sangat paham kualitas permainan lawan-lawan Indonesia. Jangankan untuk bermain di Piala Dunia, menjuarai Piala AFF, kejuaraan yang levelnya jauh dari FIFA World Cup, kami tidak mampu.
Ketika tim yang Anda pimpin menyerah 1-4 dari Iran di Stadion Gelora Bung Karno, saya mencermati ucapan Anda saat jumpa pers. Indonesia butuh pemain yang mampu ber­kompetisi di level permainan yang lebih tinggi.
Saya paham, Anda pasti berharap ada banyak pemain Indonesia yang berkompetisi di luar negeri. Saya mengerti, Anda kecewa dengan kondisi persepakbolaan di Tanah Air.
Tapi Meneer Wim, Senin malam itu, saya lebih suka ucapan kapten kami, Bambang Pamungkas. Walau diucapkan dalam bahasa Indonesia, sungguh saya berharap kata-kata Bambang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Begini katanya, "Pelatih manapun tak akan sanggup membentuk tim yang baik ketika pemainnya tidak berkompetisi selama lima bulan."
Sebagai kapten tim, Bambang tidak menyerang pribadi tertentu dengan berkata, "Saya, pelatih, dan Ketua Umum PSSI harus bertanggung jawab atas kondisi tim nasional saat ini."
Well, dari tim yang melakukan kesalahan umpan di babak I sebanyak 27 kali dan 28 kali di paruh berikutnya, jelas saya tak boleh berharap banyak melawan tim sekelas Iran. Oh ya meneer, malam itu Iran hanya melakukan enam kesalahan mengoper bola di babak II.
Tapi meneer, saya ingin sekali mendengar komentar Anda soal sikap penonton sepak bola Indonesia yang memboikot tim Anda.
Bila laga melawan Iran di babak kualifikasi Piala Dunia diakui panitia ditonton oleh 6 ribu penonton (saya meragukan jumlah itu), kok bisa pertandingan kelas SEA Games antara Indonesia versus Malaysia disaksikan oleh lebih dari 77 ribu pasang mata?
Mungkin sejarah perseteruan antara Indonesia dan Malaysia bisa Anda munculkan sebagai alasan. Mungkin status Indonesia yang tak lagi berpeluang lolos ke babak IV kualifikasi telah mengurangi minat penonton hadir di stadion kebanggaan kami.
Tapi saya melihat dan merasakan sikap penolakan dari banyak orang terhadap kehadir­an Anda dan pengurus federasi sepak bola kami. Sebagai mantan pemain dengan jam terbang tinggi, rasanya ingin sekali mendengar Anda menyum­bangkan saran guna membenahi organisasi kami.
Saya sudah melihat rekaman video Anda ketika dengan nada tegas dan mimik muka penuh keyakinan mengatakan sangat optimistis dapat membawa tim nasional Indonesia menjadi lebih baik.
Apakah Anda masih ingat ucapan yang Anda sampaikan ketika baru menangani tim yang sebelumnya dilatih Alfred Riedl itu?
Meneer, saya ingin sekali melihat suasana gembira tim nasional kami seperti yang pernah mereka perlihatkan saat berlaga di Piala AFF 2010.
Walau kami bukan bagian dari tim, suasana yang kondusif dan saling percaya antarpemain sungguh terlihat dari bangku penonton. Saya nyaris tak pernah melihah ada pemain yang menyalahkan rekannya ketika salah umpan. Atau berjalan tertunduk lesu saat bola yang ingin ia berikan kepada rekan malah hinggap di kaki lawan.
Meneer Wim, tim kami memang tak berhasil menjadi yang terbaik di kawasan Asia Tenggara. Tapi jagoan-jagoan kami itu pernah memberikan hiburan dan harapan kepada masyarakat yang haus prestasi dari olah raga yang sangat mereka cintai ini.
Bila nanti kompetisi di negara ini sudah bergulir, saya berharap Anda menempati janji mencari pemain yang dibutuhkan untuk membentuk tim sesuai keinginan. Kalaupun Anda gagal dalam pertempuran selanjutnya, tolong munculkan kata-kata yang mem­bangkitkan semangat dan memulih­kan kepercayaan diri pemain.
Oh ya meneer, bila Anda memutuskan menyerah (atau dikalahkan oleh keadaan) dan kembali ke kampung halaman, tolong ceritakan betapa masyarakat kami butuh transferan ilmu sepak bola dari Belanda. Setidaknya membalas kebaikan kami selama 3,5 abad membantu membangun negara Anda. #

No comments: