Selamat Datang di Blog KONI Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan, Kita Raih Prestasi Kita Raih Kejayaan Membangun Bumi Bersujud

Wednesday, November 23, 2011

RD dan Kunci Anak Papua

Akan menjadi sia-sia arti sebuah kecerdasan dan ilmu pengetahuan bila tidak memiliki empati terhadap lingkungan sosial. Paham ini tidak hanya berlaku di bidang hukum, ekonomi dan politik, tapi juga di olah raga.
Apakah medali emas sepak bola SEA Games ke-26 akan menjadi miliki Indonesia di hadapan publik sendiri? Aroma dan arahnya sih, ya! Namun, semua itu masih misteri yang harus ditunggu hingga pertandingan final berakhir.
Walau demikian, setidaknya masyarakat boleh sedikit berlega sambil berharap Garuda Muda mampu mengemban misi itu. Rahmad Darmawan (RD) sebagai juru latih telah menunjukkan kelasnya dalam meracik permainan anak asuhnya.
Proses pembentukan tim nasional itu sendiri cukup menarik untuk disimak. RD memiliki kapasitas dan kepribadian kukuh guna menjalankan apa yang diyakini. Lihatlah bagaimana RD mencoret bintang muda  pujaan remaja saat ini, Irfan Bachdim.
Absennya Irfan dari timnas sempat diperdebatkan. Gedoran barisan tengah akan lemah bila Irfan tidak ada di sana. Ternyata RD menunjukkan keputusan yang tepat mengesampingkan ego pribadi untuk membentuk kekuatan secara tim.
Dengan pemain pilihan sesuai selera RD, maka pelatih timnas asal Lampung ini bebas berkreasi. Memilih tim pendukung di barisan pelatih juga menunjukkan sikap pelatih ini tidak egoistis yang ogah menerima masukan.
Coba lihat deretan asisten pelatih semacam Widodo C. Putro, Aji Santoso, maupun Edy Harto. Mereka ini adalah bintangbintang lapangan pada masanya, bahkan jauh lebih bersinar dari RD sendiri. RD butuh rekan berdebat menemukan keputusan terbaik tanpa perlu khawatir tersaingi.
***
Saat undian, Indonesia dikhawatirkan gagal lolos ke semifinal seperti SEAG sebelumnya. Maklum, di Grup A timnas kita dikelilingi kesebelasan tangguh seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura, hanya satu tim lemah Kamboja.
Kekhawatiran pertama sirna. Di babak penyisihan, Indonesia sudah tiga kali main melawan Kamboja, Singapura, dan Thailand. Hasilnya positif dengan tiga kemenangan yang menghasilkan selisih gol meyakinkan 11-2.
Tiket semifinal sudah di tangan Egi Melgiansyah cs. Satu pertandingan penyisihan lagi melawan Malaysia untuk menentukan juara grup. Duel ini bukan sekadar mencari kemenangan, tapi sekaligus pertarungan  penuh gengsi di antara dua tim berkadar musuh bebuyutan.
Menjadi juara Grup A berarti berhitung menghindari juara Grup B yang diperkirakan menjadi milik juara bertahan Vietnam. Ngotot mengalahkan Malaysia di babak penyisihan walau sudah pasti ke semifinal bukanlah langkah gegabah atau sekadar gagahgagahan.
Usai mengalahkan Singapura, saya bersua dan berbincang sejenak dengan RD. Dari sikap dan karakter yang dimiliki anggota Marinir ini, kita yakin ia dan pasukannya selalu siaga. Tugasnya adalah mewujudkan kerinduan meraih kembali mahkota juara setelah berselang 20 tahun.
Siapa yang akan diturunkan melawan Malaysia, RD mengaku tidak mau gegabah. Sistem rotasi menurutnya sangat penting demi kepentingan strategi besar. Memenangi perang tidak sekadar unggul di pertempuran. Itulah sebabnya tim berkekuatan 20 pemain dengan kapasitas merata ini diberi kesempatan sama.
***
Tidak ada hubungan SEA Games dengan kasus Freeport secara langsung. Tapi, setidaknya ada momentum untuk mengingat saudara-saudara kita di Papua, yang memiliki alam kaya raya tapi kehidupan masyarakat sangat memprihatinkan.
Di lintasan atletik, nomor paling bergengsi 100, 200, dan 4 x 100 meter menjadi milik pelari asal Papua, Franklin Burumi. Usia muda, penampilan penuh gaya dan trendi. Ia kadang dituding tidak disiplin karena tidak mengikuti aturan baku.
Franklin jujur mengakui tidak terlalu patuh pada aturan kaku. Ia sering berlatih dengan mengikuti naluri ketimbang text book. Benar atau salah, faktanya tiga medali emas diraih dengan penuh aksi.
Betulkah orang-orang Papua sulit dikendalikan karena kadar disiplin rendah? Sebenarnya tergantung bagaimana pelatih menangani dan memahaminya. Yang pasti, bakat alam yang luar biasa telah dikaruniakan ke bumi Papua. Jangan pernah menampik anugerah itu.
Karakter dan sifat memberontak itu ada hubungannya dengan timnas sepak bola kita. Di sinilah kekayaan pengalaman yang dimiliki RD. Melatih dan mengantarkan Persipura merupakan bekal luar biasa untuk mendalami perangai orang Papua.
Lihatlah di timnas saat ini ada lima pemain asal Papua. Dalam latihan, RD tidak memerintah Titus Bonai, Patrich Wanggai, Oktovianus Maniani, Stevie Bonsapia, dan Lukas Mandowen, tapi memberi gambaran tentang sebuah konsep. Tidak perlu mengekang pola hidup yang mungkin bagi orang lain tidak tepat.
Melatih dengan pendekatan secara pribadi tanpa sikap menggurui. Inilah kunci RD menggali kemampuan terbaik pemain asal Papua. Penonton dapat menyaksikan bagaimana Titus, Patrich, dan Okto mengubrak-abrik gawang lawan dengan napas yang seakan tak ada habisnya.
Upacara pengalungan medali emas belum terjadi. Jangan sampai ada kerikil yang menghambat pesta menyambut kemenangan yang sangat diimpikan itu. Karena itu, bertarunglah sebagai pemuda kebanggaan Indonesia.
Biarlah Papua dikenang sebagai produsen sumber daya manusia berkualitas. Bukan sebagai daerah perahan bagi orang-orang munafik yang mengaku cinta negeri ini. Hidup Indonesia.

No comments: